Bappenas Logo Australian Government Logo

Emission Control Block untuk Sapi

Sapi Potong

Climate Spotlight

Meningkatkan Produktivitas dan Mengurangi Emisi dari Industri Peternakan Sapi di Indonesia

Sebagian besar kemitraan PRISMA menerapkan pendekatan peternakan cerdas iklim yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas peternakan sekaligus memastikan ketahanan peternak dalam menghadapi perubahan iklim, serta mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan sektor peternakan. Studi kasus yang dibuat berdasarkan pengalaman PRISMA ini menunjukkan bagaimana sektor swasta mendukung peternak untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dan mengurangi emisi. 

Mitigasi Metana

Tiga studi kasus yang membagikan pengalaman-pengalaman sektor swasta diluncurkan pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Seiring dengan meningkatnya permintaan dan suplai, industri peternakan mulai mempertimbangkan berbagai cara untuk meminimalkan dampak buruk terhadap lingkungan. 

Produksi peternakan berkontribusi terhadap perubahan iklim. Peternakan sapi diperkirakan menghasilkan 14,5% emisi gas rumah kaca secara global. Setiap tahun, seekor sapi betina mengeluarkan sekitar 100 kg gas metana. Meskipun berusia lebih pendek, gas metana yang dihasilkan sapi ternak berpotensi memanaskan atmosfer 28 kali lebih kuat daripada karbon dioksida.

Kekhawatiran terkait produksi gas metana terus meningkat seiring dengan melonjaknya produksi daging dan susu sapi secara global. Produksi daging dan susu sapi di seluruh dunia diprediksi akan meningkat masing-masing sebesar 19% dan 33% di tahun 2020, di mana hal ini berkontribusi terhadap penyediaan pangan bagi sekitar delapan miliar manusia. Di satu sisi, lebih dari 80 miliar sapi disembelih setiap tahunnya dan menghasilkan 48.341 juta ton daging untuk konsumsi manusia.

Risiko terjadinya peningkatan emisi gas metana memang lebih tinggi di negara berpendapatan menengah seperti Indonesia. Indonesia sendiri masih didominasi oleh peternak skala kecil yang masih menerapkan praktik peternakan yang kurang efisien. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan ternak dan tingginya potensi emisi gas di setiap unit daging sapi yang diproduksi. Indonesia merupakan salah satu produsen daging sapi terbesar di Asia Tenggara. Proyeksi peningkatan konsumsi daging sapi tahunan diperkirakan akan mencapai 10,3% pada tahun 2025 dengan proyeksi peningkatan sebesar 20,4% pada tahun 2045. Di Indonesia, daging sapi menjadi bahan pangan penting sebagai bahan pangan atau sebagai bagian dalam upacara keagamaan karena lebih dari 85% penduduk Indonesia adalah Muslim.

Seiring dengan meningkatnya permintaan dan suplai, industri peternakan mulai mempertimbangkan berbagai cara untuk meminimalkan dampak buruk terhadap lingkungan. Studi penilaian tentang dampak siklus hidup lingkungan yang dilakukan PRISMA pada tahun 2018 mengungkapkan bahwa penggunaan pakan padat nutrisi atau konsentrat dapat menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan hewan ternak. PRISMA sebenarnya telah menjalin kemitraan untuk memperluas distribusi pakan konsentrat sejak tahun 2015. Hanya saja, PRISMA melihat adanya peluang lebih lanjut untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui inovasi pakan dan nutrisi hewan ternak.

Mengurangi Emisi Gas Metana: Produk dan Model Bisnis 

AgCoTech's emission control block untuk Sapi. Setiap tahun, seekor sapi betina mengeluarkan sekitar 100 kg gas metana.

AgCoTech menerapkan standar karbon terverifikasi, yakni metode mekanisme pembangunan bersih yang dimodifikasi oleh UNFCCC, untuk mengukur penurunan gas metana yang dihasilkan hewan ternak yang mengonsumsi ECB.

AgCoTech Australia Pty Ltd merupakan perusahaan teknologi yang memproduksi emission control block (ECB) atau suplemen pakan bernutrisi yang berbentuk balok untuk meningkatkan produktivitas sekaligus mengurangi emisi. Suplemen pakan ini mengandung nutrisi berkualitas tinggi dan berbagai zat penurun metana aktif yang telah disesuaikan dengan lingkungan, musim, dan jenis ternak. Suplemen pakan ini juga meningkatkan kinerja sistem pencernaan hewan ternak untuk mengolah pakan berkualitas rendah sehingga dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh, kesehatan, dan kesejahteraan ternak.

AgCoTech merupakan perusahaan yang beroperasi di Laos dan termasuk baru di Indonesia. Perusahaan ini bekerja sama dengan mitra lokal untuk memproduksi dan mendistribusikan ECB. Dalam menetapkan target berbasis sains, AgCoTech menerapkan standar karbon terverifikasi, yakni metode mekanisme pembanguan bersih yang dimodifikasi oleh UNFCCC, untuk mengukur penurunan gas metana yang dihasilkan hewan ternak yang mengonsumsi ECB. Penurunan ini kemudian dikuantifikasi dan dicatat sebagai kredit karbon.

Kredit karbon dapat menguntungkan AgCoTech dan pihak lain yang berusaha mencapai netralitas karbon sebagai operasi bisnis mereka melalui mekanisme penyeimbangan karbon atau carbon offset. Mekanisme ini dilakukan dengan memperdagangkan karbon, di mana berbagai pihak membeli kredit karbon dari AgCoTech melalui platform perdagangan. Pendapatan dari transaksi ini kemudian digunakan untuk mendanai operasi yang dilakukan AgCoTech dalam membangun fasilitas produksi dalam negeri, serta mengedukasi dan mendistribusikan ECB ke peternak. Hal ini memungkinkan para peternak skala kecil menggunakan ECB sehingga mereka dapat meningkatkan produktivitas sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca di peternakan tanpa biaya. Model bisnis ini menguntungkan para peternak skala kecil yang tidak dapat mengakses pasar penyeimbangan karbon.

Membangun Bisnis ECB

Sam Stephens dari AgCoTech Peternakan Rukun Santosa di Tulungagung, Jawa Timur

Uji coba ini menghasilkan penetapan metodologi dan pengukuran target berbasis sains, serta pengembangan kasus bisnis yang sesuai dengan konteks peternakan di Indonesia. 

Sejak awal tahun 2023, PRISMA telah bermitra dengan AgCoTech untuk memfasilitasi masuknya perusahaan tersebut ke pasar Indonesia. AgCoTech melakukan studi percontohan dalam negeri yang telah disesuaikan untuk menetapkan target operasi berbasis sains di Indonesia. Setelah melakukan studi serupa di Laos, AgCoTech memerlukan pendekatan yang sesuai dengan konteks ternak lokal, termasuk melakukan penelitian lokal terkait ECB berdasarkan standar yang terverifikasi dan mengembangkan perjanjian kerja untuk berproduksi dengan mitra lokal untuk mendaftarkan dan mendistribusikan produk.

PRISMA mendukung AgCoTech dalam melakukan uji coba penggunaan ECB pertama di Indonesia karena menyadari potensi suplemen pakan tersebut dalam meningkatkan produktivitas peternak skala kecil dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Uji coba ini menghasilkan penetapan metodologi dan pengukuran target berbasis sains, serta pengembangan kasus bisnis yang sesuai dengan konteks peternakan di Indonesia. Kemitraan ini juga mendukung agar penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan pemahaman yang lebih baik terkait proses dan regulasi verifikasi karbon di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai dua provinsi dengan produksi daging dan susu sapi terbesar di Indonesia menegaskan dampak penggunaan ECB terhadap produktivitas dan pengurangan emisi gas metana.

PRISMA juga memfasilitasi jalinan koneksi AgCoTech dan bekerja sama dengan ahli terkemuka dari dua universitas dalam negeri yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Brawijaya (UB). Kerja sama ini membantu meningkatkan proses penelitian dan pembelajaran AgCoTech terkait industri peternakan sapi di Indonesia.

Hasil

Pak Sriyono bersama AgCoTech dan PRISMA di kebunnya di Boyolali, Jawa Tengah

“Produk ini sangat bagus dan dapat menggerakkan generasi muda untuk kembali ke industri peternakan.” 

Kolaborasi dengan PRISMA telah memberi AgCoTech peluang mencapai kemajuan yang signifikan terhadap rencana bisnisnya di Indonesia. Uji coba produk yang dilakukan sebelumnya telah menunjukkan bahwa ECB buatan AgCoTech dapat meningkatkan produksi daging dan susu sapi dengan penurunan tingkat kandungan gas metana sekurang kurangnya 18%. Hasil temuan ini juga telah mendorong AgCoTech untuk mengembangkan, memformulasikan ulang, dan menguji produk guna menghasilkan ECB yang siap digunakan di Indonesia dengan potensi pengurangan gas metana yang lebih besar.

Dari perspektif peternak, penyediaan ECB telah memberikan berbagai manfaat tambahan seperti meningkatnya reproduksi hewan ternak, meningkatnya hasil ternak, tertundanya masa kering pada sapi perah, lebih cepatnya masa pemulihan penyakit, dan meningkatnya pertumbuhan fisik ternak. Peternak juga menyadari berkurangnya limbah kandang yang dihasilkan ternak setelah mengonsumsi ECB.

Hasil positif ini memungkinkan AgCoTech memajukan kemitraan dengan perusahaan lokal seperti Rajawali Nusantara Indonesia dan Nutricell Pacific. AgCoTech juga telah mendapatkan kepercayaan di pasar Indonesia dengan melakukan investasi pada penelitian lebih lanjut dan eksplorasi bisnis untuk memperkuat formulasi ECB dan menentukan sumber bahan baku yang lebih sesuai dengan lingkungan setempat.

Sriyono, peternak sapi perah skala kecil, Jawa Tengah

“Produk ini sangat bagus dan dapat menggerakkan generasi muda untuk kembali ke industri peternakan.”

Joko, peternak sapi perah skala kecil, Jawa Tengah

“Apakah produk ini akan ada di Indonesia? Reproduksi hewan ternak sudah menjadi masalah sejak penyakit mulut dan kuku (PMK) dan cacar sapi melanda. Tetapi, saya telah merasakan adanya peningkatansebesar 80% pada jumlah sapi yang birahi (dari 2 menjadi 15 sapi) setelah mengonsumsi ECB. Produksi susu pada sejumlah sapi yang mengonsumsi ECB juga meningkat sebesar 4–8 liter. Di sela-sela waktu uji coba, saya sempat khawatir karena dua sapi betina saya yang tidak diuji coba jatuh sakit. Saya bertanya kepada pihak AgCoTech apakah saya dapat memberikan ECB cadangan untuk kedua sapi itu, dan mereka mengizinkan saya melakukannya. Saat itu, saya terkejut karena kedua sapi saya pulih dengan cepat tanpa diberi obat suntik.”

Harun, peternak sapi pedaging skala kecil, Jawa Tengah

“Saya pikir akan sangat baik bagi kami, para peternak sapi pedaging, untuk dapat menggunakan ECB pada tahap awal penggemukan ketika sapi-sapi masih kurus dan sedang dalam masa pertumbuhan yang cepat.”

Langkah Selanjutnya 

Signing local partnerships off the back of the success of the local trials. AgCoTech's CEO Andrew Mason and Nutricell's CEO Suaedi Sunanto

AgCoTech juga telah mengalami kemajuan sejak perusahaan tersebut menandatangani perjanjian bisnis dengan mitra-mitra lokal 

AgCoTech terus mengalami kemajuan sejak uji coba pertamanya yang dilakukan di Jawa Tengah. Menggunakan pembelajaran dari studi sebelumnya, AgCoTech sedang mencoba mengumpulkan lebih banyak data dari uji coba lainnya di Jawa Timur dengan penggunaan laser metana oleh sumber daya bersertifikat guna memperkuat pengaruh dari data penelitian. Uji coba yang dilakukan di Jawa Timur sangat penting bagi AgCoTech untuk meningkatkan metodologi verifikasi kredit karbon. Studi-studi ini akan mengembangkan temuan dan kredibilitas penelitian AgCoTech karena kedua provinsi tersebut mewakili banyak populasi sapi ternak di Indonesia. Hasil analisis studi tersebut diharapkan dapat membantu AgCoTech untuk menetapkan target berbasis sains dalam memublikasikan penelitiannya di jurnal Indonesia dan menjalani verifikasi lebih lanjut melalui standar yang diakui secara internasional yaitu metode mekanisme clean development UNFCCC yang telah dimodifikasi.

AgCoTech juga telah mengalami kemajuan sejak perusahaan tersebut menandatangani perjanjian bisnis dengan mitra-mitra lokal yang telah lama menjalin hubungan dan secara bertahap akan mengawasi jalannya operasi bisnis dengan mitra-mitra tersebut, termasuk dalam melakukan pengadaan bahan baku, penyiapan mesin produksi, pembangunan saluran distribusi untuk peternak skala kecil, dan registrasi produk.

Dengan sejumlah dukungan dari PRISMA, AgCoTech telah memperoleh informasi terkait registrasi produk agrikultur dan aksi iklim di Indonesia, termasuk yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau, jika berkaitan, Kementerian Pertanian. Meskipun masih banyak hal yang harus dilakukan ke depannya, kegiatan ini telah memiliki dasar bukti dan jalinan kemitraan yang kuat sebagai fondasi

  

Kabar Lain

Liputan Berita: Pertanian Cerdas Iklim

Inovasi Agrobisnis untuk Perubahan Iklim
Baca

Climate Spotlight: Fertiliser

Mendapatkan dosis yang tepat untuk tanaman dan planet 

Baca

Studi Kasus: Pertanian Cerdas Iklim

Mewujudkan Pertanian Padi Tahan Iklim: Mengatasi Tantangan Adopsi Varietas Unggul di Indonesia

Baca

Studi Kasus: Pertanian Cerdas Iklim   

Meningkatkan Resiliensi dan Produktivitas melalui Varietas Jagung Cerdas Iklim di Iklim Kering

Baca

Liputan Berita: Mendorong Inklusi dalam Agrobisnis Indonesia

Agribusinesses and people with disabilities share their experience

Baca

GEDSI Spotlight: Jadi ‘Mapan’ di Tangan Perempuan

Penangkar benih padi memperbarui strategi penjualan dan pemasaran untuk menjangkau lebih banyak petani perempuan

Baca

Peluncuran kampanye: Petani Maju

Kampanye untuk menumbuhkan petani produktif serta masyarakat berdaya

Baca

Rilis media: Penguatan peran perempuan di sektor pertanian

Peluang bisnis bagi pelaku usaha
Baca