Produksi peternakan berkontribusi terhadap perubahan iklim. Peternakan sapi diperkirakan menghasilkan 14,5% emisi gas rumah kaca secara global. Setiap tahun, seekor sapi betina mengeluarkan sekitar 100 kg gas metana. Meskipun berusia lebih pendek, gas metana yang dihasilkan sapi ternak berpotensi memanaskan atmosfer 28 kali lebih kuat daripada karbon dioksida.
Kekhawatiran terkait produksi gas metana terus meningkat seiring dengan melonjaknya produksi daging dan susu sapi secara global. Produksi daging dan susu sapi di seluruh dunia diprediksi akan meningkat masing-masing sebesar 19% dan 33% di tahun 2020, di mana hal ini berkontribusi terhadap penyediaan pangan bagi sekitar delapan miliar manusia. Di satu sisi, lebih dari 80 miliar sapi disembelih setiap tahunnya dan menghasilkan 48.341 juta ton daging untuk konsumsi manusia.
Risiko terjadinya peningkatan emisi gas metana memang lebih tinggi di negara berpendapatan menengah seperti Indonesia. Indonesia sendiri masih didominasi oleh peternak skala kecil yang masih menerapkan praktik peternakan yang kurang efisien. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan ternak dan tingginya potensi emisi gas di setiap unit daging sapi yang diproduksi. Indonesia merupakan salah satu produsen daging sapi terbesar di Asia Tenggara. Proyeksi peningkatan konsumsi daging sapi tahunan diperkirakan akan mencapai 10,3% pada tahun 2025 dengan proyeksi peningkatan sebesar 20,4% pada tahun 2045. Di Indonesia, daging sapi menjadi bahan pangan penting sebagai bahan pangan atau sebagai bagian dalam upacara keagamaan karena lebih dari 85% penduduk Indonesia adalah Muslim.
Seiring dengan meningkatnya permintaan dan suplai, industri peternakan mulai mempertimbangkan berbagai cara untuk meminimalkan dampak buruk terhadap lingkungan. Studi penilaian tentang dampak siklus hidup lingkungan yang dilakukan PRISMA pada tahun 2018 mengungkapkan bahwa penggunaan pakan padat nutrisi atau konsentrat dapat menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan hewan ternak. PRISMA sebenarnya telah menjalin kemitraan untuk memperluas distribusi pakan konsentrat sejak tahun 2015. Hanya saja, PRISMA melihat adanya peluang lebih lanjut untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui inovasi pakan dan nutrisi hewan ternak.